Uncategorized

Perjalanan Mengantar Pelayanan Geriatri di Rumah Sakit menjadi Regulasi Permenkes No.79 tahun 2014

The Journey to Deliver Geriatric Services in Hospitals becomes Permenkes No.79 of 2014 Regulation.

Based on data from the Central Statistics Agency in 2014, Indonesia’s Life Expectancy for women is 73 years and for men is 69 years.
While data from the Ministry of Health 2017 is estimated to increase the elderly population by 23.66 million people or about 9.03%. The number of older people in Indonesia in 2020 (27.08 million), in 2025 (33.69 million), in 2030 (40.9 million), and will reach (48.19 million) in 2035. In 2010 the development of the elderly population in Indonesia came 9.03% of the total population of Indonesia. This number decreased to 8.1% of the elderly population in 2015 in Indonesia.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2014, Umur Harapan Hidup (UHH) Indonesia untuk wanita adalah 73 tahun dan untuk pria adalah 69 tahun. Sementara data Kementerian Kesehatan RI 2017 diperkirakan adanya peningkatan populasi lanjut usia sebesar 23,66 juta jiwa atau sekitar 9,03%. Diprediksi jumlah penduduk lansia di Indonesia tahun 2020 (27,08 juta), tahun 2025 (33,69 juta), tahun 2030 (40,9 juta) dan tahun 2035 mencapai (48, 19 juta). Pada tahun 2010 perkembangan penduduk lansia di Indonesia mencapai 9,03% dari keseluruhan populasi penduduk Indonesia. Angka tersebut menurun menjadi 8, 1 % penduduk lanjut usia pada tahun 2015 di Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2017).

The law on The Elderly and its application in one country is a picture of how far the state’s attention is to be the Elderly. Only since
1965 in Indonesia laid the legal foundation, namely Law number 4 of 1965 on Assistance for Elderly People. Compared to the situation in developed countries, the attention to the Elderly has not been so great.

Poduk hukum tentang Lanjut Usia dan penerapannya disuatu negara merupakan gambaran sampai berapa jauh perhatian negara terhadap para Lanjut Usianya. Baru sejak tahun 1965 di indonesia diletakkan landasan hukum, yaitu Undang-Undang nomor 4 tahun 1965 tentang Bantuan bagi Orang Jompo. Bila dibandingkan dengan keadaan di negara maju, di negara berkembang perhatian terhadap Lanjut Usia belum begitu besar.

In Australia, for example, the Aged Person Home Act (1954), The Home Nursing Subsidy Act (1956), The Home and Community Care Program (1985), bureau for the aged (1986), outcome standards of residential care (1992), charter for resident’s right (1992), community options program (1994), and aged care reform strategy (1996).

Di Australia, misalnya, telah diundangkan Aged Person Home Act (1954), Home Nursing Subsidy Act (1956), The Home and Community Care Program (1985), Bureau for the Aged (1986), Outcome Standards of Residential Care (1992), Charter for Resident’s Right (1992), Community Option Program (1994), dan Aged Care Reform Strategy (1996).

Di Amerika Serikat di undangkan  Social Security Act yang meliputi older American Act (Title III), Medicaid (Title VII), Medicare (Title XIX, 1965), Social Service block Plan (Title XX) dan Supplemental Security Income (Title XVI). Selanjutnya diterbitkan Tax Equity and Fiscal Responsibility Act (1982), Omnibus Budget Reconcilliation Act (OBRA, 1987), The Continuun of Long-term Care (1987) dan Program of All Care of the Elderly (PACE, 1990).

Di Inggris di undangkan National Assistence Act, Section 47 (1948) dan telah ditetapkan standardisasi pelaytanan di rumah sakit serta di masyarakat. Juga telah ditentukan ratio tempat tidur per lanjut usia dan continuing care.

Di Singapura dibentuk Advisory Council on the Aged, Singapore Action Group of Elders (SAGE) dan The Elders’ Village.

INDONESIA’S ELDERLY’S LEGAL FOUNDATION (LANDASAN HUKUM LANJUT USIA DI INDONESIA)

Since 1965, a range of legal and legislative items have been produced, either directly or indirectly related to the elderly’s care. One of these laws is 1965’s Law No. 4 on the Provision of Assistance to the Elderly (State Gazette of the Republic of Indonesia in 1965 number 32 and the additional Gazette Republic of Indonesia number 2747).

Berbagai produk hukum dan perundang-undangan yang langsung mengenai Lanjut Usia atau yang tidak langsung terkai dengan kesejahteraan Lanjut Usia telah diterbitkan sejak 1965. beberapa di antaranya adalah Undang-undang nomor 4 tahun 1965 tentang Pemberian bantuan bagi Orang Jompo (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1965 nomor 32 dan tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 2747).

Health development aims to make everyone more aware, willing, and able to live a healthy life so that everyone can reach the highest level of health. Increased life expectancy, fewer infant deaths, and maternal childbirth are some things that happen when health development goes well. One of the benefits of health development is that people live longer. In other words, the elderly should have to work for the right to live longer.

Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Dampak keberhasilan pembangunan kesehatan ditandai dengan meningkatnya umur harapan hidup, menurunnya tingkat kematian bayi dan ibu melahirkan. Salah satu yang menjadi keberhasilan pembangunan kesehatan adalah meningkatnya umur harapan hidup. Dengan kata lain para lanjut usia harus mendapatkan hak untuk meningkatkan harapan hidupnya.

The limited number and quality of health professionals capable of providing quality and sustainable services and care to the elderly have resulted in delays in recognizing the early signs of a legal and ethical problem. As a result, competent health professionals’ efforts to address it properly are frequently delayed, and the situation has worsened. The health professionals in question come from a variety of fields, including:

Terbatasnya kuantitas dan kualitas tenaga yang dapat memberi pelayanan serta perawatan kepada lanjut usia secara bermutu dan berkelanjutan mengakibatkan keterlambatan dalam mengetahui tanda-tanda dini adanya suatu permasalahan hukum dan etika yang sedang terjadi. Dengan demikian, upaya mengatasinya secara benar oleh tenaga yang berkompeten sering dilakukan terlambat dan permasalahan sudah berlarut. Tenaga yang dimaksud berasal dari berbagai disiplin ilmu, antara lain :

 Gerontologists

  • Geriatric specialists, psychogeriatrics, neurogeriatrics, specialists and trained general practitioners, physiotherapists, speech therapists, and trained nurses are some of the health workers.
  • Tenaga kesehatan : dokter spesialis geriatri, psikogeriatri, neuro-geriatri, dokter spesialis dan dokter umum terlatih, fisioterapis, speech therapist, perawat terlatih.
  • Social personnel: Sociologists, case managers, community social workers, and counsellors are examples of social workers.
  • Tenaga sosial : sosiolog, petugas yang mengorganisasi kegiatan (case managers), petugas sosial masyarakat, konselor.
  • Legal experts: gerontology-trained legal scholars, lawyers, public prosecutors, and judges.
  • Ahli hukum: sarjana hukum terlatih dalam gerontology, pengacara terlatih, jaksa penuutut umum, hakim terlatih.
  • Ahli psikolog : psikolog terlatih dalam gerontology, konselor.
  • Volunteer personnel: trained community groups such as scholars, students, scouts, youth, housewives, village community resilience institutions
  • Tenaga relawan : kelompok masyarakat terlatih seperti sarjana, mahasiswa, pramuka, pemuda, ibu rumah tangga, pengurus lembaga ketahanan masyarakat desa.

PERUMATAN PENDERITA TERMINAL DAN HOSPIS (Shaw, 1984; Kane et al, 1994; Ruben et al, 1996; Pearlman, 1990)

Patients who have been medically diagnosed as being in a terminal state are not limited to elderly patients, but it cannot be denied that the majority of them are. As a result, hospice care or treatment for terminal or terminal patients is integral in geriatric services.

Penderita yang secara medik di diagnosis dalam keadaan terminal tidak terbatas hanya pada penderita lanjut usia, akan tetapi tidak bisa dimungkiri bahwa sebagaian besar merupakan penderita berusia lanjut. Oleh karena itulah perawatan hospis atau perawatan bagi penderita terminal atau menuju kematian merupakan bagian yang penting dari pelayanan geriatri.

Patients who are asleep/deeply unconscious, with all organ functions failing despite numerous therapies, agonal breath, and an actual state of “no” provide hope. It’s possible that the situation won’t be as difficult. However, ethical and legal issues become more complicated in people who are still fully aware and have good mobility as well as diverse organ functioning. In these patients (for example, when advanced metastatic cancer is diagnosed), several factors must be considered

Bagi penderita yang keadaannya tidak sadar/koma dalam, semua fungsi organ sudah jelas tidak bisa membaik dengan berbagai pengobatan, nafas agonal dan keadaan yang jelas ”tidak memberi harapan”, masalahnya mungkin tidak begitu sulit. Akan tetapi pada penderita yang masih sadar penuh, masih mobilitas dengan berbagai fungsi organ masih cukup baik, persoalan etika dan hukum menjadi lebih rumit. Pada penderita ini (misalnya dengan diagnosis karsinoma metastasis lanjut), beberapa hal perlu ditimbangkan

Does the patient need to be informed? (Apakah penderita perlu diberitahu)

Is there anything else that must be done if all medical/operative treatments have failed, or is it ethical for the doctor to still apply cytostatics or another action? Issues such as the ones stated above demand hospice measures. Patients must be informed of their natural conditions as a result of the aforementioned autonomy concept. Although this is typically not done at the family’s request in Indonesia.

Kalau jelas-jelas semua tindakan medis/operatif tidak bisa dikerjakan, apakah ada hal lain yang perlu dilakukan, atau apakah etis kalau dokter tetap memaksakan pemberian sitostatika atau tindakan lain ? Hal-hal seperti diatas merupakan masalah yang kemudian menimbulkan upaya hospis menjadi penting. Dari prinsip otonomi seperti dijelaskan diatas jelas bahwa penderita harus diberitahu keadaan yang sebenarnya. Walaupun di Indonesia, seringkali atas pertimbangan keluarga hal ini sering tidak dilaksanakan.

Kualitas kehidupan dan isu etika (quality of life and related ethical issue).

Berbagai faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan yang yang mempengaruhi kualitas kehidupan lanjut usia adalah:

  • Kemajuan ilmu kedokteran di bidang diagnostik seperti CT-scan dan kateterisasi jantung, MRI, dsb.
  • Kemajuan dibidang pengobatan seperti transplatasi organ, radiasi.
  • Bertambahnya risiko pengobatan.
  • Biaya pengobatan yang meningkat.
  • Manfaat pengobatan yang masih diragukan.
  • Database yang diperlukan sebagai dasar pengambilan keputusan.

SUMMARY (RANGKUMAN)

In comparison to developed countries, Indonesia’s laws against the elderly continue to have numerous shortcomings, including the absence of regulations on the elderly (Senior Citizen’s Act), continuum of care and care for the elderly (Medicare), the rights of home residents (Charter of Resident’s Rights), and community-based elderly services. This condition results in a slew of complications. Law No. 13 of 1998 on the welfare of the old is the first step in increasing the government’s and community’s attention to the elderly.

Dibandungkan dengan keadaan negara maju, hukum perundang-undangan terhadap lanjut usia di Indonesia masih memiliki banyak kekurangan, antara lain belum adanya undang-undang tentang lanjut usia (Senior Citizen’s Act), pelayanan berkelanjutan bagi lanjut usai (Continuum of Care), tunjangan pelayanan dan perawatan terhadap lanjut usai (Medicare), hak penghuni panti (Charter of Resident’s Right) dan pelayanan lanjut usia di masyarakat. Keadaaan ini menimbulkan berbagai permasalahan. Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 tetang kesejahteran lanjut usia merupakan langkah awal guna meningkatkan perhatian pemerintah dan masyarakat kepada lanjut usia.